Nabi Uzair bin Imron Abdulloh

Nabi Uzair bin Imron Abdulloh
Bitoqoh

Nabi Isa Bin Maryam Hamba Alloh

لاإلـــــــــه الا إلله
محـمد رســــــول الله عزيـر بن عمران عـبد الله
عيـسى بن مريـم عبـد الله أم مريـم امـــــة الله
هـي ليـست بالصـاحبــة علـيهم صـــــلاة الله

Minggu, 20 April 2014

Detik-Detik Kematian, Penentu Nasib Kehidupan Di Akhirat



Detik-Detik Kematian, Penentu Nasib Kehidupan Di Akhirat

Detik-detik kematian adalah waktu yang paling berbahaya bagi manusia Dalam umurnya. Karena Kematian merupakan awal perpindahan dari alam dunia yang kelihatan, yang telah diakrabi dan dikenal oleh manusia, menuju alam ghaib. Alam ghaib akan menjadi nyata dalam kehidupannya yang baru setelah kematiannya. Alam barzakh, adalah alam baru tersebut. Disana, manusia akan menemui berbagai peristiwa menggentarkan yang jauh berbeda dengan alam dunia yang pernah dialaminya.

Saat detik-detik kematian itu manusia akan melihat malaikat, dia akan mendengar kalimat yang sangat menentukan nasibnya dari malaikat yang turun kepadanya atas perintah Allâh Yang Maha Kuasa. Kalimat yang akan dia dengar dari malaikat itu merupakan tanda kenikmatan abadi yang akan dia alami, atau kecelakaan abadi yang akan dia temui.

Jika dia seorang Mukmin, maka kalimat yang dia dengar dari malakul maut adalah :

أَيَّتُهَا النَّفْسُ الطَّيِّبَةُ اخْرُجِي إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ

Wahai nafs (jiwa; ruh; nyawa) yang baik, keluarlah menuju ampunan Allâh dan keridhaan-Nya ! [HR. Ahmad; dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Shahîh al-Jâmi’ no: 1672 dan Ahkâmul Janâiz]

Sebaliknya, jika dia seorang yang kafir, maka kalimat yang dia dengar dari malakul maut adalah :

أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْخَبِيثَةُ اخْرُجِي إِلَى سَخَطٍ مِنَ اللَّهِ وَغَضَبٍ

“Wahai nafs (jiwa; ruh; nyawa) yang keji, keluarlah menuju kemurkaan Allâh dan kemarahan-Nya ! [HR. Ahmad; dishahihkan oleh syaikh al-Albani dalam Shahîh al-Jâmi’ no: 1672 dan Ahkâmul Janâiz]

MANUSIA INGIN MENEBUS KECELAKAAN DENGAN SEMUA HARTANYA

Seandainya pada saat detik-detik kematian itu manusia memiliki seluruh isi dunia ini, atau dia memiliki emas sepenuh langit dan bumi, dia pasti akan mengorbankannya, dia akan menyedekahkannya, agar bisa mendengar kalimat ridha dan ampunan dari Allâh Azza wa Jalla . Karena dengan keridhaan Allâh di saat detik-detik kematian itu, dia akan meraih puncak kebahagiaan yang kekal abadi di sisi Allâh Yang Maha Suci. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَلَوْ أَنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لَافْتَدَوْا بِهِ مِنْ سُوءِ الْعَذَابِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ وَبَدَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ

Dan sekiranya orang-orang yang zhalim mempunyai apa yang ada di bumi semuanya dan (ada pula) sebanyak itu besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu dari siksa yang buruk pada hari kiamat. Dan jelaslah bagi mereka adzab dari Allâh yang belum pernah mereka perkirakan. [az-Zumar/39:47]

Seluruh harta benda yang dikumpulkan oleh seorang manusia, yang dicarinya dengan susah-payah, kurang tidur malam karena harta, kemudian dia habiskan umurnya untuk menyimpannya; Semua tanaman yang dia tanam di sawah, kebun, atau taman-taman; Semua bangunan yang dia tinggikan, rumah megah dan istana yang dia banggakan; Semua anggota keluarga, anak dan istri, pegawai dan pengikut yang selalu mengelilingi; Semuanya itu akan dipandangi dengan penyesalan, ketakutan, keputus-asaan, dan keluh-kesah, ketika malaikat mendatanginya. Karena dia akan meninggalkan semuanya. Dia tidak akan mendapatkan manfaat sama sekali dari semua harta benda yang telah dia kumpulkan dan dia simpan dengan anggapan harta itu akan mengekalkannya.

Pada detik-detik kematian, hanya satu yang dicari manusia, dia meyakini bahwa padanya terdapat keselamatannya dan kebahagiaannya, yaitu amal shalih. Jika dia telah mempersiapkannya, maka hal itu akan menentramkannya. Jika dia tidak mempersiapkan bekal amal shalih, maka dia akan mengatakan :

يَا لَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ﴿٢٧﴾مَا أَغْنَىٰ عَنِّي مَالِيَهْ﴿٢٨﴾هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ

Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaanku daripadaku. [al-Hâqqah/69:27-29]

TERSINGKAP HAKEKAT KEBENARAN

Orang yang menghadapi kematian itu akan semakin menyesal dan kaget serta merasakan musibah itu semakin berat, jika di dunia dahulu dia mengingkari kehidupan akhirat; Atau dia tertipu dengan segala perbuataannya yang selalu bertentangan dengan agama Allâh; Atau dia orang yang menyukai perbuatan yang menyimpang dengan aturan agamaislam. Semua itu menjauhkannya dari iman yang benar dan jalan yang lurus, yang sesuai dengan kitab Allâh, sunnah Rasul-Nya, dan teladan para sahabatnya.

Orang yang tidak meyakini adanya kehidupan setelah kematian, atau meyakininya tetapi dia berada dalam kekafiran dan kemaksiatan, lalu dia menyangka berada di atas kebenaran dan jalan yang terang, kemudian dia selalu menolak al-Qur’an yang merupakan kitab suci, menolak Sunnah yang merupakan ajaran Nabi, maka kematian yang mendatanginya akan menyingkapkan kebenaran hakiki. Dia akan melihat kenyataan yang berbeda dengan dugaannya. Dia akan dikagetkan dengan kenyataan bahwa seluruh logikanya ternyata keliru dan seluruh perkara yang dia anggap hakekat ternyata palsu. Untuk orang-orang semacam inilah Allâh Azza wa Jalla berfirman :

قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا﴿١٠٣﴾الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

Katakanlah, "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya ?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. [al-Kahfi/18:103-104]

Allâh Azza wa Jalla berfirman :

وَلَوْ أَنَّ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا وَمِثْلَهُ مَعَهُ لَافْتَدَوْا بِهِ مِنْ سُوءِ الْعَذَابِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ وَبَدَا لَهُمْ مِنَ اللَّهِ مَا لَمْ يَكُونُوا يَحْتَسِبُونَ

Dan sekiranya orang-orang yang zhalim mempunyai apa yang ada di bumi semuanya dan (ada pula) sebanyak itu besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu dari siksa yang buruk pada hari kiamat. Dan jelaslah bagi mereka adzab dari Allâh yang belum pernah mereka perkirakan. [az-Zumar/39:47]

Alam barzah ada 2 yaitu:
Alam Barzah yang rusak yang mana penghuninya adalah syaithon dan sebangsanya.
Alam barzah yang tidak rusak yang mana penghuninya Para Nabi dan sholihin.


NILAI SISA UMUR SEORANG MUKMIN
Sesungguhnya detik-detik kematian merupakan waktu penentu umur seseorang, walaupun dia telah melewati umur panjang. Umur manusia di zaman ini umumnya tidak akan melewati 150 tahun. Maka masa umur manusia dalam khidupan dunia yang sementara ini, tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan masa ribuan tahun yang akan dialami dalam kubur. Tidak ada bandingannya dengan waktu 50 ribu tahun di mahsyar. Dan tidak ada bandingannya dengan masa yang kekal abadi dalam surga yang penuh kenikmatan, atau dalam neraka jahannam yang penuh dengan siksaan.

Oleh karena itu seandainya ada seseorang yang bernasib sangat buruk di dunia, semenjak lahir sampai wafatnya, namun dia beriman kepada Allâh Yang Maha Esa, maka dia akan lupa terhadap kesusahannya di dunia ketika merasakan sedikit nikmat di surga.

Atau sebaliknya, seandainya ada seseorang yang bernasib sangat baik di dunia, semenjak lahir sampai wafatnya, namun dia kafir kepada Allâh Yang Maha Esa, maka dia akan lupa terhadap kenikmatan dunianya ketika merasakan sedikit siksa dalam neraka, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ : يُؤْتَى بِأَنْعَمِ أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُصْبَغُ فِى النَّارِ صَبْغَةً ثُمَّ يُقَالُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيمٌ قَطُّ فَيَقُولُ لاَ وَاللَّهِ يَا رَبِّ. وَيُؤْتَى بِأَشَدِّ النَّاسِ بُؤْسًا فِى الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيُصْبَغُ صَبْغَةً فِى الْجَنَّةِ فَيُقَالُ لَهُ يَا ابْنَ آدَمَ هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطُّ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطُّ فَيَقُولُ لاَ وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا مَرَّ بِى بُؤُسٌ قَطُّ وَلاَ رَأَيْتُ شِدَّةً قَطُّ

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Pada hari kiamat akan didatangkan seseorang yang paling banyak mendapatkan kenikmatan dunia yang termasuk penghuni neraka, lalu dia dicelupkan sekali ke neraka, lalu setelah itu dia ditanya, 'Wahai anak Adam, apakah kau pernah melihat kebaikan meskipun sedikit ? Apa kau pernah merasakan kenikmatan meskipun sedikit ? ' Dia menjawab: 'Tidak, demi Allâh, wahai Rabb.'
Kemudian akan didatangkan orang paling sengsara di dunia yang termasuk penghuni surga, kemudian dia ditempatkan dalam surga sebentar, setelah itu dia ditanya, 'Hai anak Adam, apa kau pernah melihat kesengsaraan meski sedikit ? Apa kau pernah merasa kesusahan meski sedikit ? ' Dia menjawab, 'Tidak, demi Allâh, wahai Rabb, aku tidak pernah merasa sengsara sedikit pun dan aku tidak pernah melihat satu kesusahan pun'." [HR. Muslim]

Dalam masa kehidupan manusia yang pendek di dunia ini akan ditentukan tempat kembali manusia di akhirat nanti. Nasib manusia di akhirat tidak ditentukan dengan umur dunia, semenjak diciptakannya sampai kiamat terjadi, namun ditentukan dalam beberapa tahun saja dari umur dunia. Yaitu dalam umur setiap manusia, bahkan bisa jadi ditentukan dalam beberapa hari, atau beberapa jam, atau beberapa menit saja.

Yaitu ketika manusia itu bertaubat dalam masa hidupnya, dia menyesali perbuatannya, dia memohon ampun kepada Rabbnya, dia beriman dengan ikhlas, dia beramal dengan amal shalih, dia tinggalkan syirik, dan maksiat, kemudian meraih ridho Rabbnya di saat detik-detik kematiannya, maka itu akan menghantarkannya menuju kemenangan yang sebenarnya.

Subhanalloh, alangkah agungnya kemenangan hakiki yang bisa digapai oleh setiap insan.

Subhanalloh , alangkah agungnya masa depan dalam kebahagian abadi, yang bisa diraih oleh manusia dalam beberapa menit kehidupannya dengan idzin Allâh.

Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bercerita :

أَنَّ عَمْرَو بْنَ أُقَيْشٍ كَانَ لَهُ رِبًا فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَكَرِهَ أَنْ يُسْلِمَ حَتَّى يَأْخُذَهُ فَجَاءَ يَوْمَ أُحُدٍ. فَقَالَ : أَيْنَ بَنُو عَمِّى قَالُوا : بِأُحُدٍ. قَالَ : أَيْنَ فُلاَنٌ قَالُوا : بِأُحُدٍ. قَالَ : أَيْنَ فُلاَنٌ قَالُوا : بِأُحُدٍ. فَلَبِسَ لأْمَتَهُ وَرَكِبَ فَرَسَهُ ثُمَّ تَوَجَّهَ قِبَلَهُمْ فَلَمَّا رَآهُ الْمُسْلِمُونَ قَالُوا : إِلَيْكَ عَنَّا يَا عَمْرُو. قَالَ : إِنِّى قَدْ آمَنْتُ. فَقَاتَلَ حَتَّى جُرِحَ فَحُمِلَ إِلَى أَهْلِهِ جَرِيحًا فَجَاءَهُ سَعْدُ بْنُ مُعَاذٍ فَقَالَ لأُخْتِهِ : سَلِيهِ حَمِيَّةً لِقَوْمِكَ أَوْ غَضَبًا لَهُمْ أَمْ غَضَبًا لِلَّهِ فَقَالَ : بَلْ غَضَبًا لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ فَمَاتَ. فَدَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَا صَلَّى لِلَّهِ صَلاَةً

Bahwa 'Amr bin Uqaisy dahulu memiliki harta riba pada masa jahiliyah dan ia tidak ingin masuk Islam hingga ia mengambil harta tersebut. Kemudian datang waktu perang Uhud, kemudian ia bertanya, "Dimanakah anak-anak pamanku ?" Orang-orang berkata, 'Di Uhud.' Ia berkata, "Dimanakah Fulan ?' Mereka berkata, 'Di Uhud.' Ia berkata, "Dimanakah Fulan ?" Mereka berkata, 'Di Uhud.' Kemudian ia memakai baju besinya dan menaiki kudanya kemudian ia menuju ke arah mereka. Kemudian tatkala orang-orang Muslim melihatnya mereka berkata; “Menjauhlah engkau dari kami wahai 'Amr!”. Ia berkata, 'Aku telah beriman. Kemudian ia bertempur hingga terluka, kemudian ia dibawa kepada keluarganya dalam keadaan terluka. Lalu Sa'd bin Mu'adz datang kepadanya dan berkata kepada saudarinya; tanyakan kepadanya, apakah (dia ikut berperang-red) karena fanatik terhadap kaumnya atau marah karena mereka atau marah karena Allâh ?' Ia berkata, 'Marah karena Allâh dan rasul-Nya.' Kemudian ia meninggal dan masuk surga sementera ia belum pernah melakukan satu shalatpun untuk Allâh.[HR. Abu Dawud; dihasankan oleh syaikh al-Albani]

Dengan penjelasan ini maka jelas bagi kita semua bahwa detik-detik kematian adalah waktu yang paling berbahaya dan paling penting bagi manusia dalam umurnya. Sebagian Ulama menyatakan bahwa sisa umur seorang Mukmin, tidak ternilai harganya’. Maka selayaknya manusia selalu memohon kepada Allâh Azza wa Jalla agar tetap di atas jalan yang lurus dan dianugerahkan husnul khatimah. Ini adalah peringatan dan peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berifrman :

سَيَذَّكَّرُ مَنْ يَخْشَىٰ﴿١٠﴾وَيَتَجَنَّبُهَا الْأَشْقَى﴿١١﴾الَّذِي يَصْلَى النَّارَ الْكُبْرَىٰ﴿١٢﴾ثُمَّ لَا يَمُوتُ فِيهَا وَلَا يَحْيَىٰ

Orang yang takut (kepada Allâh) akan mendapat pelajaran, dan orang-orang yang celaka (kafir) akan menjauhinya. (Yaitu) orang yang akan memasuki api yang besar (neraka). Kemudian dia tidak akan mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup. [al-A’la/87:10-13]
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

IMAN, ISLAM & IHSAN



Pada saat Malaikat Jibril bertanya tentang konsep Iman, Islam dan Ihsan, Rasulullah SAW menjawab :
”Bahwa Iman ialah hendaklah Engkau mengimankan Allah, Malaikat Allah, Kitab kitab Allah, para Uusan Allah, Hari Qiyamat, dan mengimankan Taqdir, adalah ketentuan Allah.
Islam ialah hendaklah engkau bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang patut disembah melainkan Alloh, dan nabi Muhammad adalah Utusan Alloh, mendirikan Sholat, Menunaikan Zakat, berpuasa Romadhon, dan berangkat Haji bila telah mampu.
Ihsan yaitu hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seperti engkau melihatNYA, apabila tidak bisa demikian ,maka sesungguhnya Alloh melihat engkau”.
Melihat makna Hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari diatas, Iman berarti kepercayaan hati dibarengi dengan membenarkan segala apa yang disampaikan Rasululloh. Islam berarti kepatuhan dan penyerahan lahiriyah dengan mengucapkan kalimat syahadat. Dan Ihsan berarti, kejernihan dan keihlasan hati beribadah karena Alloh dengan sungguh sungguh. Antara ketiga kekuatan itu saling kerja sama dan saling membutuhkan dalam mencapai puncak keridhoan Alloh swt.
Iman sebagai landasan Islam dan Ihsan, Islam sebagai bentuk manifestasi/tahapan Iman dan Ihsan, sedangkan Ihsan mengusahakan agar keimanan dan keislaman yang sempurna. Secara lahiriyah orang tidak dapat dikatakan Islam manakala tidak mengucapkan syahadat, ibadah shalat, zakat berpuasa ramadhan, dan menunaikan haji yang merupakan pelaksanaan Ihsan secara lahiriyah, atau kesempurnaan Islam itu sama sekali tidak berarti, jika tidak dilandasi Iman ( yakin & meyakini ) dan Islam ( membaca syahadat ). Ibadah shalat, zakat, puasa, haji dan lain lain akan menjadi berarti manakala ada Iman dan Islam, karena syarat Ihsan secara lahiriyah harus dengan Iman dan Islam, meskipun sahnya Iman dan Islam itu tidak harus dengan Ihsan.
Memang Iman dan Islam itu otonom jika dilihat dari keabsahanya, karena Iman dan Islam sudah merupakan jaminan keselamatan dunia dan ahirat.tapi dgn tanda kutip “ IMAN DAN ISLAM  yg mana dan yang bagaimana?? Iman yang benar dapat menyelamatkan dari keabadian siksa Neraka, sedangkan Islam dapat menjaga hak hidup lahiriyah yang berhubungan dengan agama dan Mu’amalah, Munakahat, Waris mewaris dan lain sebagainya/ bermasyarakat,berkeluarga dsbnya.
Tetapi Iman dan Islam itu akan menjadi kering kerontang, bahkan musnah sama sekali dari lubuk hati, dikala kita tidak bisa mengakui atas segala dosa dosa yang telah kita dilakukan, karena suatu dosa tersebut akan menyeret kita pada kekufuran, jika tidak lekas di taubati.  Oleh sebab itu sebagai Mukmin yang baik disamping beriman dan berislam, hendaklah melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan Alloh SWT dan RosulNya, secara sadar dan menyadari,
1.        Tiada lurus iman seorang hamba sehingga lurus hatinya, dan tiada lurus hatinya sehingga lurus lidahnya. (HR. Ahmad)
2.        Janganlah memandang kecil kesalahan (dosa) tetapi pandanglah kepada siapa yang kamu durhakai. (HR. Aththusi)
3.        Celaka orang yang banyak zikrulloh dengan lidahnya tapi bermaksiat terhadap Alloh dengan perbuatannya. (HR. Ad-Dailami)
4.        Ada tiga jenis orang yang diharamkan Alloh masuk surga, yaitu pemabuk berat, pendurhaka terhadap kedua orang tua, dan orang yang merelakan kejahatan berlaku dalam keluarganya (artinya, merelakan isteri atau anak perempuannya berbuat serong atau zina). (HR. An-Nasaa'i dan Ahmad
5.        Waspadalah terhadap hasud (iri dan dengki), sesungguhnya hasud mengikis pahala-pahala sebagaimana api memakan kayu. (HR. Abu Dawud)
6.         Berhati-hatilah dalam memuji (menyanjung-nyanjung), sesungguhnya itu adalah penyembelihan. (HR. Bukhari)
Kita sadar, yakin, kita adalah makhluk ciptaan Alloh SWT yang memikul amanah , memikul tugas...Karena di ciptakannya jin dan manusia Oleh Alloh SWT tiada lain adalah hanya untuk IBADAH kepada Alloh SWT.
Jikalau keimanan kita , keislaman kita ,keihsanan kita menyimpang dari Amanah yang Alloh berikan tersebut sudah pasti amal ibadah kita musnah tak ada bekasnya.

agar memperoleh Ihsan yang sebenarnya.
Ushuliddin, Fiqih Dan Tashawuf
1. Menurut ilmu Ushuliddin, Iman ialah kepercayaan membenarkan dalam hati/batin kita kepada segala apa yang disampaikan Rosululloh saw, berupa hukum perintah, larangan, berita dan janji yang termaktub dalam Al Qur’an dan Al Hadits . Terwujudnya iman dalam hati/batin kita sudah barang tentu tidak mengabaikan syarat dan rukun-rukun yang menjadikan sebab kebenaran iman itu dengan menjaga dari segala keyakinan yang merusak iman.
Menurut ilmu Ushuliddin Islam ialah kepatuhan penyerahan mengucapkan dua kalimah Syahadad serta mengetahui, mengimani dan membenarkan makna dua kalimah Syahadad. Yakni bahwa tiada Sesembahan yang patut disembah kecuali Alloh dan Nabi Muhammad saw itu utusan Alloh.nabi Uzair bin imron hamba Alloh ,Nabi Isa bin Maryam hambah Alloh, Ummi Maryam Adalah Hamba Alloh , bukan seperti tuduhan kaum yahudi nasrani dan majusi yang telah memfitnah Alloh swt dgn tuduhan punya anak & istri  NA’UDZUBILAH.
2. Menurut ilmu Fiqih, Iman ialah kepercayaan/ keyakinan membenarkan dalam hati/batin kita  kepada segala apa yang datang   dari Rosululloh sebagai landasan amal ibadah kepada Alloh, karena amal ibadah yang tidak berlandaskan iman mustahil akan menjadi sah. Sedangkan Islam menurut ilmu Fiqih adalah pekerjaan ibadah seperti Sholat, Zakat, Puasa, Haji dan lain-lain dengan memenuhi syarat dan rukun serta menjaga dari segala hal yang membatalkannya. Jadi Islam sebagai manifestasi iman yang kemudian Islam menjadi syarat keabsahan ibadah dalam fiqih.
3. Menurut ilmu Tasawuf, iman merupakan landasan pokok diterimanya ibadah kemudian Alloh memberikan nilai/pahala dengan ibadah yang dikerjakan. Dan Islam menurut Tasawuf ialah ibadah yang benar itu dapat lantaran tercapainya Ihsan yang menyebabkan ibadah tersebut memperoleh pahala. Dalam kata lain, Ihsan dapat dicapai kalau memang amal ibadah (Islam) nya itu benar dan tentunya berdasarkan  iman yang benar juga.
4. Dan Ihsan menurut ilmu Fiqih ialah perilaku ibadah secara lahir. Orang beribadah secara lahiriyah bisa dikatakan Ihsan (kebagusan). Namun ilmu Tasawuf menggariskan ibadah Ihsan itu ialah ibadah yang disertai dengan adab dan sopan santun menurut agama. Adab atau sopan santun didalam ibadah ialah melaksanakan sifat-sifat yang terpuji (mahmudah) dan menjauhi sifat-sifat tercela (mazmumah) sifat-sifat terpuji dalam ibadah ialah adanya perilaku suhud, qona’ah, sabar, tawakkal, mujahadah, ridlo, syukur dan ihlas, khouf, mahabbah, kemudian khusu’. Adapun sifat-sifat tercela dalam ibadah ialah, hubbud dunia, thoma’, ithbaul hawa (mengikuti hawa nafsu) ‘ujub, riya, takabbur, hasud,iri,dengki dan sum’ah kemudian tidak khusu’.
Walhasil bahwa sesungguhnya Iman itu berarti Aqidah, Islam berarti Syari’ah dan Ihsan berarti Ahlaqul karimah. Bab iman  masuk kedalam Ushuliddin, Islam masuk kedalam Fiqih dan Ihsan masuk kedalam bab Tasawuf. Ketiganya ; Iman, Islam dan Ihsan dalam pengamalan adalah satu kesatuan yang dirumuskan menjadi tiga perkara : Syari’ah, Thoriqoh, Haqiqoh kemudian menghasilkan Ma’rifatulloh (berfikir tentang ciptaan Alloh) / tafakur,
Syari’at, Thoriqoh, Haqiqoh
adalah dari tiga kesatuan terpenting, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan, kemudian Ulama’ Ahlussunah merumuskan menjadi tiga perkara, ketiganya itu merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, yaitu Syari’at, Thariqat, dan Hakikat. Ketiganya selalu berhubungan dengan masalah Ibadah dan Mu’amalah, berikut gambaranya :
1. Syari’at Ibadah. Syari’at orang yang beribadah ialah melengkapi segala syarat dan rukunya, melakukan kewajiban dan meninggalkan maksiat, yakni didalamnya mencakup Iman dan Islam, karena syarat sah dan syarat wajib dalam ibadah haruslah berlandaskan Iman dan Islam. Syari’at Mu’amalah adalah, pertanian dan perdagangan hendaknya mentaati segala aturan agama yang bersumber dari Alqur’an dan Sunnah Rosululloh saw yang telah dirumuskan sedemikian rupa oleh para Ulama’ Mujtahid dalam ilmu Fiqih.
2. Thariqat ibadah. Thariqat orang beribadah ialah bertujuan karena ridho Alloh semata, tidak karena yang lain. ( embel2 kepentingan dunia yg lain ) Sebab hanya Alloh lah yang dapat menerima atau menolak segala amal ibadah manusia. Dan Thariqat Mu’amalah ialah hasil keuntungan dari pertanian dan perdaganganya, dimanfaatkan untuk mencari Ridlo Allah semata, walaupun dari hasil yang mubah, akan tetapi jika di niati untuk berbakti kepada Alloh, semisal untuk menafkahi keluarga, biaya pendidikan, dan beramal kebaikan yang lain, niscaya tidak akan sia sia.
3. Hakikat Ibadah. Hakekat orang beribadah ialah, memandang bahwa kemampuan dirinya dan tersedianya segala sarana yang melengkapi ibadahnya itu secara hakikatnya dari kemurahan Alloh swt dan Rosululloh saw. Tanpa kekuasaan dan kehendak Alloh, tidak mungkin manusia dapat melakukan Ibadah. Sedangkan Hakikat Mu’amalah yaitu memandang bahwa keberhasilan dalam Usaha pertanian ataupun perdaganganya adalah atas Inayah dan AnugerahNYA semata. Manusia tidak ada hak wewenang memastikan keberhasilan sesuatu yang dikerjakan, dan tidak berhak pula mengakui keberhasilanya disebabkan karena usahanya belaka.
Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata:
Orang-orang bertanya kepada Rasululloh saw: Wahai Rasululloh, apakah kami akan dihukum karena perbuatan kami di masa jahiliyah? Rasululloh saw. bersabda: Barang siapa di antara kalian berbuat baik di masa Islam, maka ia tidak akan dikenai hukuman karena perbuatannya di masa jahiliyah. Tetapi barang siapa yang berbuat jelek, maka ia akan dihukum karena perbuatannya di masa jahiliyah dan di masa Islam. (Shahih Muslim No.171) 


7.        Pokok segala urusan ialah Al Islam dan tiangnya adalah sholat, dan puncaknya (atapnya) adalah berjihad. (HR. Tirmidzi)
8.        Janganlah seorang mati kecuali dia dalam keadaan berbaik sangka terhadap Alloh. (HR. Muslim)
9.        Alloh Azza Wajalla berfirman (hadits Qudsi): "Hai anak Adam, luangkan waktu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku penuhi dadamu dengan kekayaan dan Aku menghindarkan kamu dari kemelaratan. Kalau tidak, Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan kerja dan Aku tidak menghindarkan kamu dari kemelaratan." (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
10.     Tiada seorang hamba ditimpa musibah baik di atasnya maupun di bawahnya melainkan sebagai akibat dosanya. Sebenarnya Alloh telah memaafkan banyak dosa-dosanya. Lalu Rasululloh membacakan ayat 30 dari surat Asy Syuura yang berbunyi : "Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Dan Alloh memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (Mashabih Assunnah)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------